Jika ditanya, apa
momen terindah saya sebagai seorang Ayah?
Bagi saya, setiap
saat bisa mendampingi buah hati adalah momen indah dan sangat berharga. Ketika
pulang kerja anak-anak menyambut dengan pekikan bahagia adalah saat bahagia
yang takbisa digambarkan. Saat anak-anak mencari dan membutuhkan saya untuk
menyelesaikan masalahnya, baik mengenai pelajaran ataupun cuma membetulkan
mainan adalah sebuah momen dimana saya merasa bangga sebagai Ayah yang
dibutuhkan.
Setiap orang
punya definisi sendiri tentang arti momen berharga bersama keluarga. Bagi saya
sendiri momen berharga itu takmesti dalam suasana meriah, gempita pesta,
makanan mewah, atau limpahan hadiah. Cukup dengan komunikasi dua arah dengan
suasana penuh cinta itu sudah cukup dalam kategori momen indah bagi saya.
Tapi jika kalian
tetap memaksa saya untuk tetap menyebutkan momen indah yang rutin terjadi dalam
keluarga ya, saya akan sebutkan. Ada beberapa momen yang saya sangat
menikmatinya ketika itu terjadi. Bukan hanya menikmati, tapi juga bahagia dan
bangga. Apa saja itu?
Saat Sarapan Pagi
Sebelum berangkat
kerja, saya dan keluarga; terutama saya dan si sulung Hasya selalu sarapan
bersama. Sarapan bersama dalam satu piring. Istri yang nyiapin. Setelah saya
dan Hasya beres berpakaian, sarapanlah kami.
Saya yang pegang
sendok. Hasya saya suapin. Sesendok Hasya, sesendok saya.
Istri dan si
kecil, Danish, biasanya hanya sarapan makanan kecil. Tapi takjarang Danish juga
saya suapin. Kebiasaan ini sudah lama saya lakukan.
Sarapan pagi bagi
saya masuk dalam kategori momen indah karena dikala sarapan ini saya dan
anak-anak bisa berkomunikasi secara lebih dekat. Saya banyak menanyakan banyak
hal terutama tentang perkembangan sekolahnya, pelajaran, gurunya, temannya, dan
lain sebagainya. Tentang kesiapannya menghadapi hari ini, tentang rencananya
hari ini bersama teman-temannya.
Dalam sarapan
pagi bersama, saya juga mengajarkan kepada anak-anak untuk bisa bersyukur
dengan apa yang kita punya hari ini, termasuk makanan. Hal biasa bilamana
anak-anak malas sarapan karena menunya itu-itu saja. Seringnya kami sarapan
pagi dengan telor ceplok. Selain praktis, juga murah. Pasti itu membuat bosan.
Saat itulah saya sebagai ayah mencoba memberi pemahaman kepada anak-anak untuk
tetap bisa bersyukur dengan apa yang dimakan hari ini.
Saya katakan,
betapa di luaran sana begitu banyak anak-anak seusianya yang kelaparan, belum
makan, tidak memiliki ayah-ibu, sekedar untuk makan saja mereka mesti bekerja,
ngamen, mengemis, dan lain-lain. Bersyukurlah, karena kita di sini masih bisa
sarapan pagi dengan nikmat meski hanya dengan telor ceplok, berkumpul bersama
dengan keluarga, tidak kepanasan ataupun kedinginan.
Saat Berangkat
Sekolah
Momen indah
selanjutnya adalah ketika perjalanan ke sekolah. Kebetulan sekolah anak saya
searah dengan jalan ke kantor. Setiap pagi saya membonceng Hasya berangkat ke
sekolahnya, setelah itu saya lanjutkan berangkat ke kantor. Pulangnya dia pakai
mobil jemputan.
Selama perjalanan
ke sekolah, berboncengan, saya banyak ngobrol dengan Hasya. Saya bertanya
apakah dia senang hari ini? Apakah dia senang bersekolah di sekolahnya? Kenapa saya
bertanya seperti itu? Itu saya anggap penting karena siapa tahu sebenarnya anak
tuh tidak siap sekolah hari ini, atau punya masalah di sekolahnya yang dia
tidak mau cerita kepada orang tuanya. Saya pernah ikut seminar parenting, bahwa
menanyakan apakah anak bahagia atau tidak dalam mengawali hari itu sangat
penting. Itu untuk mengetahui kondisi psikologis anak pada hari itu. Jangan
sampai anak membawa beban yang tidak terpecahkan dalam beraktifitasnya.
Dukungan dan pelukan hangat orang tua sangat menguatkan dia dalam menjalani
harinya.
Kami hanya berharap anak-anak bisa hidup dalam jalan dan tuntunan Al Quran dan Sunnah Rasul.
Saat perjalanan
berboncengan ke sekolah, saya juga banyak menanyakan progres hafalan Quran-nya.
Sudah sejauh mana dia menghafal surat-surat pendek, apa yang susah, dan mencoba
mengajak murrojaah, membetulkan kesalahan pengucapan tajwidnya.
Dalam perjalanan
yang singkat itu pula, saya sebagai Ayah mencoba menanamkan sedikit demi
sedikit prinsip dan visi hidup keluarga yang coba kita bangun. Ibarat supir,
saya memiliki rute perjalanan dan tujuan yang akan kita lalui. Inilah yang
disepakati saya dan istri dalam membangun keluarga, dan ini pula yang coba saya
jelaskan ke Hasya dalam perjalanan singkat ini. Tentu dengan bahasa yang
sederhana, yang mudah dipahami anak seusianya.
Kenapa ini
penting? Saya hanya mencoba menanamkan kepada anak tujuan hidup yang kami
anggap benar dan menjadi landasan keluarga. Harapannya, semoga kedepannya anak
kami sudah memiliki arah dan tujuan dalam hidup, tidaklah muluk, kami hanya
berharap anak-anak bisa hidup dalam jalan dan tuntunan Al Quran dan Sunnah
Rasul.
Selalu ada
keceriaan pada saat mengantar Hasya. Selalu ada kebanggaan yang menyertai.
Mengantar anak sekolah bagi saya sejatinya adalah mengantarkan sebuah benih
mimpi besar yang kelak akan mewujud sebentuk sejarah. Sejarah keluarga atau
peradaban.
Saat Solat
Berjamaah
Momen berharga
selanjutnya adalah saat solat berjamaah. Biasanya solat magrib dan isya. Saya
sebagai imam, sedangkan istri dan Hasya takketinggalan Danish sebagai makmum.
Selalu haru dan
bahagia ketika sebelum takbir saya berbalik kebelakang, memeriksa shaf. Melihat
anak dan istri siap menjadi makmum dalam ritual penghambaan paling agung.
Solat! Selalu bergetar suara ini tatkala melafalkan ayat-ayat suci. Betapa
nikmat terbesar adalah karunia keluarga yang sehat dan soleh. Setidaknya itu
yang saya rasakan.
Meski tidak
setiap saat si bungsu Danish bisa tertib dan ikut solat hingga selesai. Tetap
saja kehadirannya dalam shaf membuat saya bangga untuk anak usia 2 tahun. Tak
jarang dia malah berdiri di hadapan saya, memandang saya dan tersenyum
menggemaskan, atau malah tidur telentang di tempat saya sujud. Bahkan, pernah
dia joget di hadapan saya ketika saya
jadi imam pas denger musik dangdut dari tetangga sebelah.
Selepas solat
berjamaah, kami tilawah bersama. Setelah selesai tilawah, istri biasanya cek
tilawah dan hafalan Hasya. Sedangkan saya coba ngajarin Danish Al Quran. Saya
hanya memperkenalkan Al Quran padanya. Saya tilawah dihadapan dia, murojaah di
hadapan dia. Supaya dia tahu bahwa Al Quran adalah bacaan setiap saat
keluarganya. Takjarang kami coba bacakan ke dia surat-surat pendek yang mudah
dihapal. Semisal Al Fatihah, Al Ikhlas, An Nas, Al Falaq. Meski Danish hanya
bisa mengucapkan akhirnya saja tapi itu membuat kami bangga.
Itulah momen-momen indah saya bersama keluarga. Setiap saat adalah momen berarti nan indah, tapi itulah yang mungkin bisa saya ceritakan kali ini. Terlalu panjang jika setiap saat mesti ditulis.
Tiap orang memiliki momen-momen indah bersama keluarga dan orang-orang tersayang. Apa momen terindahmu?
Judulnya ngabibita ini mah euy
BalasHapushehehe ayor Jar, tunjukkan kamu bisa. Nyali aja ngga cukup
Hapussubhanallah, belajar banyak dari Kang Ahmad, ternyata terlalu banyak momen indah yang sering saya lewatkan
BalasHapusMakasih Bund, masih belajar jadi ayah yg baik hehehe
Hapusluar biasa. Mantap!
BalasHapuseh ada mas Firman. Sugeng rawuh mas
HapusSok atuh geura-geura menjadi Ayah,,, #ehh #NunjukHIdungSendiri :D
BalasHapussok sesama bujanger, siapa yg paling bernyali hehe
Hapus