PERNAH dengar
atau baca kalimat Mens sana in corpore sano?Ya, kalimat itu sesungguhnya adalah ungkapan seorang pujangga Romawi bernama
Decimus Iunius Juvenalis dalam sebuah karya sastranya berjudul Satire X,
ditulis sekitar abad kedua Masehi. Karya sastra Decimus sejatinya berisi
sindiran-sindiran konyol terhadap perilaku masyarakat Romawi kala itu.
Kalimat lengkapnya adalah Orandum est ut
sit mens sana in corpore sano, artinya adalah apa yang seharusnya diminta ialah
jiwa yang sehat berada dalam badan yang sehat. Seiring berjalannya waktu
kalimatnya jadi tidak utuh, hanya menyisakan Mens sana in corpore sano. Kemudian hari kalimat ini dijadikan jargon untuk bidang olahraga dan
kesehatan dunia. Di Indonesia sendiri Mens sana in corpore sano diartikan di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat.
Eits, ngomong-ngomong tentang sehat,
saya pengen ngebahas masalah olahraga. Olahraga kan bikin sehat, iya ga? Ini
mengenai saya, juga teman-teman kantor. Kami adalah kumpulan terbuang..., eh
kumpulan manusia yang bekerja nyaris 24 jam di depan komputer. Kebayang kan,
geraknya cuman jari doang, sesekali mulut yang gerak. Nguap!
Menyadari itu. Kami akhirnya memutuskan
berolahraga. Olahraga yang diambil – dengan berbagai pertimbangan- adalah
badminton. Lapangannya lumayan dekat dengan kantor. Tiap rabu malam, selepas
magrib kita main sampai jam 9 malam.
Lumayan berkeringat, capek. Selebihnya
kita capek karena terbahak ha..ha..ha... Permainan asal tepak, asal jingkrak.
Motto kami yang terkenal adalah Yang Penting Gaya! Kan tujuannya juga olahraga!
Gaya permainan kami jangan dibayangkan seperti atlit badminton. Karena postur
dan berat badan sangatlah jauh dari ideal he..he..he...
Cuman kemudian, masalahnya timbul ketika
selesai badminton, terutama esoknya. Badan terasa pegal-pegal, otot tegang, terkilir,
dan lain sebagainya. Meski tadinya beranggapan itu mungkin efek karena kita
jarang gerak, tapi ketika itu rutin terasa kami jadi bertanya; apakah ada yang
salah? Mungkinkah berat badan? Kurang pemanasan? Atau usia yang berpengaruh?
Saya menaruh kecurigaan pada faktor terakhir ini!
Iseng-iseng searching. Dan,
jreng..jreeng! Dugaan saya ternyata
benar. Kami, para Ayam Kremes ( Ayah
muda keren dan bikin gemes) rata-rata usia menjelang empat puluhan, kurang
cocok dengan olahraga badminton. Olahraga bandminton memerlukan gerak energik,
tenaga, dan stamina yang lumayan. Sedangkan kami, ya ampun naik tangga aja udah
ngos-ngosan.
Ayam Kremes. Atlit badminton yang ga banget |
Dari laman yang saya buka ternyata kita
mesti mempertimbangkan usia ketika kita memilih olahraga yang akan diambil.
Karena semakin tua usia kita, maka tenaga, kelenturan otot, dan gerak tubuh
lainnya akan berkurang. Semakin tua usia kita maka olahraganyapun diperlukan
yang geraknya santai, tidak menguras tenaga.
Masuk usia 30-an, olahraga adalah sebuah
keharusan. Meski begitu kita tetap mesti sadar diri untuk tidak memaksakan ikut
olahraga yang sifatnya kompetitif. Yang slow aja, toh tujuannya sehat, iya kan?
Berikut ini tips memilih jenis olahraga
berdasarkan usia yang saya rangkum dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.
1. Usia 20-an
Dekade ini sering disebut sebagai puncak
metabolisme manusia dimana seluruh fungsi tubuh bekerja dalam kapasitas yang
optimal. Pada usia ini semua jenis olahraga tidak menjadi masalah, baik high
impact, low impact, maupun yang bersifat kompetitif sekalipun. Tinggal pilih
olahraga yang disukai, kemudian berlatih yang baik agar terhindar dari
inefisiensi saat beroahraga.
2. Usia 30-an
Ini usia dimana kita rentan terhadap
bahaya saat berolahraga. Ini dikarenakan kebanyakan dari kita masih menganggap
tubuh kita masih kuat dan bugar layaknya usia 20-an (ga nyadar!). Padahal
fungsi organ tubuh kita banyak yang sudah mengalamai perubahan.
Di usia inilah kita mesti selektif
memilih olahraga. Ada baiknya memilih olahraga yang lebih berkonsentrasi pada
kebugaran kardiovaskular. Olahraga yang dianjurkan adalah bersepeda, berlari,
jogging, berenang jarak menengah. Bisa juga dicoba yoga, tai chi ataupun
pilates.
Jogging salah satu alternatif olahraga |
3. Usia 40 – 50-an
Di usia ini olahraga yang bersifat high
impact dan kompetitif sudah tidak memungkinkan. Dianjurkan memilih olahraga
yang bertujuan untuk menjaga semua fungsi tubuh dengan baik. Yoga, tai chi,
plates, dan senam kesegaran adalah pilihan terbaik untuk usia ini. Bisa juga
diselingi dengan berjalan kaki, sepeda santai, dan berenang jarak pendek.
4. Usia 60-an
Di fase usia ini, kita mesti hati-hati dalam
bergerak. Jangankan olahraga, aktivitas fisik sederhana saja, berjalan
misalkan, bisa memberi dampak buruk bila tidak dilakukan dengan cermat. Itu
karena kondisi tulang dan sendi kita di usia ini sangat rentan dan perlu
diperlakukan dengan hati-hati.
Memilih untuk tidak bergerakpun adalah
pilihan yang berbahaya. Karena jika tidak bergerak, pengeroposan tulang dan
penurunan fungsi oragan tubuh akan mudah terjadi.
Jenis olahraga yang cocok untuk usia ini
adalah Yoga. Yoga sangat efektif untuk memberikan stimulasi fisik bagi tubuh.
Yoga cocok untuk usia di atas 60 tahunan |
So, berapapun usia kita usahakan tetap
berolahraga. Biar tetap sehat, tetap ceria, tetap gaya. Sesuai motto: Yang
Penting Gaya!
kecuali saya, bukan ayah kremes
BalasHapusbagus banget .... penting deh bagi kita untuk olahraga, meski waktunya padat... biar badan sehat dan pikiran kita fresh...
BalasHapussiap pak Eman
Hapussaya belum menjadi seorang ayah, jadi belum bisa dibilang ayam kremes, tapi bujang gemes -_-"
BalasHapusbisa..bisa.., coba kita tanya Hera dan Ines ya
Hapushahaha ^^"
HapusNepak Ala persib ...
BalasHapusheheheh..Pak RT berkunjung euy
Hapus