Rabu, 23 Maret 2016

Momen Indah Seorang Ayah


Jika ditanya, apa momen terindah saya sebagai seorang Ayah?
Bagi saya, setiap saat bisa mendampingi buah hati adalah momen indah dan sangat berharga. Ketika pulang kerja anak-anak menyambut dengan pekikan bahagia adalah saat bahagia yang takbisa digambarkan. Saat anak-anak mencari dan membutuhkan saya untuk menyelesaikan masalahnya, baik mengenai pelajaran ataupun cuma membetulkan mainan adalah sebuah momen dimana saya merasa bangga sebagai Ayah yang dibutuhkan.

Setiap orang punya definisi sendiri tentang arti momen berharga bersama keluarga. Bagi saya sendiri momen berharga itu takmesti dalam suasana meriah, gempita pesta, makanan mewah, atau limpahan hadiah. Cukup dengan komunikasi dua arah dengan suasana penuh cinta itu sudah cukup dalam kategori momen indah bagi saya.

Tapi jika kalian tetap memaksa saya untuk tetap menyebutkan momen indah yang rutin terjadi dalam keluarga ya, saya akan sebutkan. Ada beberapa momen yang saya sangat menikmatinya ketika itu terjadi. Bukan hanya menikmati, tapi juga bahagia dan bangga. Apa saja itu?

Saat Sarapan Pagi
Sebelum berangkat kerja, saya dan keluarga; terutama saya dan si sulung Hasya selalu sarapan bersama. Sarapan bersama dalam satu piring. Istri yang nyiapin. Setelah saya dan Hasya beres berpakaian, sarapanlah kami.

Saya yang pegang sendok. Hasya saya suapin. Sesendok Hasya, sesendok saya.
Istri dan si kecil, Danish, biasanya hanya sarapan makanan kecil. Tapi takjarang Danish juga saya suapin. Kebiasaan ini sudah lama saya lakukan.

Sarapan pagi bagi saya masuk dalam kategori momen indah karena dikala sarapan ini saya dan anak-anak bisa berkomunikasi secara lebih dekat. Saya banyak menanyakan banyak hal terutama tentang perkembangan sekolahnya, pelajaran, gurunya, temannya, dan lain sebagainya. Tentang kesiapannya menghadapi hari ini, tentang rencananya hari ini bersama teman-temannya.

Dalam sarapan pagi bersama, saya juga mengajarkan kepada anak-anak untuk bisa bersyukur dengan apa yang kita punya hari ini, termasuk makanan. Hal biasa bilamana anak-anak malas sarapan karena menunya itu-itu saja. Seringnya kami sarapan pagi dengan telor ceplok. Selain praktis, juga murah. Pasti itu membuat bosan. Saat itulah saya sebagai ayah mencoba memberi pemahaman kepada anak-anak untuk tetap bisa bersyukur dengan apa yang dimakan hari ini.

Saya katakan, betapa di luaran sana begitu banyak anak-anak seusianya yang kelaparan, belum makan, tidak memiliki ayah-ibu, sekedar untuk makan saja mereka mesti bekerja, ngamen, mengemis, dan lain-lain. Bersyukurlah, karena kita di sini masih bisa sarapan pagi dengan nikmat meski hanya dengan telor ceplok, berkumpul bersama dengan keluarga, tidak kepanasan ataupun kedinginan.


Saat Berangkat Sekolah
Momen indah selanjutnya adalah ketika perjalanan ke sekolah. Kebetulan sekolah anak saya searah dengan jalan ke kantor. Setiap pagi saya membonceng Hasya berangkat ke sekolahnya, setelah itu saya lanjutkan berangkat ke kantor. Pulangnya dia pakai mobil jemputan.

Selama perjalanan ke sekolah, berboncengan, saya banyak ngobrol dengan Hasya. Saya bertanya apakah dia senang hari ini? Apakah dia senang bersekolah di sekolahnya? Kenapa saya bertanya seperti itu? Itu saya anggap penting karena siapa tahu sebenarnya anak tuh tidak siap sekolah hari ini, atau punya masalah di sekolahnya yang dia tidak mau cerita kepada orang tuanya. Saya pernah ikut seminar parenting, bahwa menanyakan apakah anak bahagia atau tidak dalam mengawali hari itu sangat penting. Itu untuk mengetahui kondisi psikologis anak pada hari itu. Jangan sampai anak membawa beban yang tidak terpecahkan dalam beraktifitasnya. Dukungan dan pelukan hangat orang tua sangat menguatkan dia dalam menjalani harinya.

Kami hanya berharap anak-anak bisa hidup dalam jalan dan tuntunan Al Quran dan Sunnah Rasul.

Saat perjalanan berboncengan ke sekolah, saya juga banyak menanyakan progres hafalan Quran-nya. Sudah sejauh mana dia menghafal surat-surat pendek, apa yang susah, dan mencoba mengajak murrojaah, membetulkan kesalahan pengucapan tajwidnya.

Dalam perjalanan yang singkat itu pula, saya sebagai Ayah mencoba menanamkan sedikit demi sedikit prinsip dan visi hidup keluarga yang coba kita bangun. Ibarat supir, saya memiliki rute perjalanan dan tujuan yang akan kita lalui. Inilah yang disepakati saya dan istri dalam membangun keluarga, dan ini pula yang coba saya jelaskan ke Hasya dalam perjalanan singkat ini. Tentu dengan bahasa yang sederhana, yang mudah dipahami anak seusianya.

Kenapa ini penting? Saya hanya mencoba menanamkan kepada anak tujuan hidup yang kami anggap benar dan menjadi landasan keluarga. Harapannya, semoga kedepannya anak kami sudah memiliki arah dan tujuan dalam hidup, tidaklah muluk, kami hanya berharap anak-anak bisa hidup dalam jalan dan tuntunan Al Quran dan Sunnah Rasul.

Selalu ada keceriaan pada saat mengantar Hasya. Selalu ada kebanggaan yang menyertai. Mengantar anak sekolah bagi saya sejatinya adalah mengantarkan sebuah benih mimpi besar yang kelak akan mewujud sebentuk sejarah. Sejarah keluarga atau peradaban.


Saat Solat Berjamaah
Momen berharga selanjutnya adalah saat solat berjamaah. Biasanya solat magrib dan isya. Saya sebagai imam, sedangkan istri dan Hasya takketinggalan Danish sebagai makmum.
Selalu haru dan bahagia ketika sebelum takbir saya berbalik kebelakang, memeriksa shaf. Melihat anak dan istri siap menjadi makmum dalam ritual penghambaan paling agung. Solat! Selalu bergetar suara ini tatkala melafalkan ayat-ayat suci. Betapa nikmat terbesar adalah karunia keluarga yang sehat dan soleh. Setidaknya itu yang saya rasakan.

Meski tidak setiap saat si bungsu Danish bisa tertib dan ikut solat hingga selesai. Tetap saja kehadirannya dalam shaf membuat saya bangga untuk anak usia 2 tahun. Tak jarang dia malah berdiri di hadapan saya, memandang saya dan tersenyum menggemaskan, atau malah tidur telentang di tempat saya sujud. Bahkan, pernah dia joget  di hadapan saya ketika saya jadi imam pas denger musik dangdut dari tetangga sebelah.

Selepas solat berjamaah, kami tilawah bersama. Setelah selesai tilawah, istri biasanya cek tilawah dan hafalan Hasya. Sedangkan saya coba ngajarin Danish Al Quran. Saya hanya memperkenalkan Al Quran padanya. Saya tilawah dihadapan dia, murojaah di hadapan dia. Supaya dia tahu bahwa Al Quran adalah bacaan setiap saat keluarganya. Takjarang kami coba bacakan ke dia surat-surat pendek yang mudah dihapal. Semisal Al Fatihah, Al Ikhlas, An Nas, Al Falaq. Meski Danish hanya bisa mengucapkan akhirnya saja tapi itu membuat kami bangga.

Itulah momen-momen indah saya bersama keluarga. Setiap saat adalah momen berarti nan indah, tapi itulah yang mungkin bisa saya ceritakan kali ini. Terlalu panjang jika setiap saat mesti ditulis. 

Tiap orang memiliki momen-momen indah bersama keluarga dan orang-orang tersayang. Apa momen terindahmu?


Selasa, 08 Maret 2016

Misi Mengembalikan Tutur Ahmad

misi mengembalikan - http://tuturahmad.blogspot.co.id/

MENJALANI bulan kesepuluh dalam beraktifitas ngeblog (lagi). Saya mulai dihinggapi rasa bosan dalam nulis artikel atau postingan. Nah lho?

Sudah beberapa hari saya merenung, saya merasa belum jujur menjadi blogger.
Awal ngeblog tujuannya adalah latihan menulis. Apapun. Apa yang saya lihat, dengar, baca, alami, juga opini saya akan suatu hal. Sebuah blog yang menampilkan "inilah saya".

Nyatanya, seiring waktu berjalan saya mulai tidak komit dengan niat awal. Saya mulai tidak jujur dengan perasaan saya. SEO, iklan, dan popularitas di dunia maya mulai menggoda saya.

Saya kemudian lebih sering menulis tutorial adsense, tips blogging, dan masalah per SEO-an ketimbang menulis apa yang saya rasakan.

Ketika menulis tentang itu semua, kemudian mendatangkan komentar dan trafik yang banyak seketika saya merasa senang. Tapi di lubuk hati ada sesuatu yang tertinggal, sesuatu yang semestinya ditulis berdasarkan hati. Sesuatu yang timbul dari pengamatan, pengalaman, dan perenungan. *apa istilahnya ya?

Ada banyak temuan yang urung saya tulis dan jadi postingan karena kalah oleh permintaan pemirsa, kalah oleh nilai keyword di googletrends, google adwords, atau ubbersuggest.

Saya jadi blogger yang jaim. Menulis apa yang disukai orang, bukan menulis apa yang saya rasa dan suka. Saya kehilangan idealisme dalam menulis, dan saya pikir ini masalah gawat dan mesti secepatnya dibenahi.

Solusinya adalah saya akan membuat blog baru dengan niche blog, dan blogger yang ngebahas masalah blogging, per-bloggeran, SEO, dan semacamnya. Karena saya suka ngeblog, dan berbagi ilmu. Jadi segala temuan tentang blog, dan saya rasa penting untuk dibagi maka akan saya share di blog ini.

O iya, blog baru ini juga saya jadikan blog monetize. Ladang mendulang dollar. Hehehe

Misi saya adalah mengembalikan TuturAhmad ke trek awal pembuatan. Sebagai sebuah ekspresi diri dalam menulis dan berpendapat juga beropini di dunia maya. Ciee * heroik banget.

Masalah share ilmu blog mungkin akan sekali-kali dibahas, meski tidak akan mendetil. Pembahasan detilnya paling diarahkan ke blog baru itu.

Jadi buat sobat yang setia berkunjung, pasti akan sedikit heran dengan blog kece badai ini yang tibatiba jadi hening. Si Akang ini akan coba menulis dengan "benarbenar" menulis, dengan hati. Trafik, keyword, SEO, dan tektekbengek lainnya akan diabaikan.

Meski begitu tetap berkunjung ya. Insya Allah perubahan ini tidak akan mengurangi kualitas tulisan, malah ini suatu upaya dalam peningkatan tulisan saya. Tetap berkunjung, tetap jalin silaturrahim. Salam.



WAJIB TAHU! INILAH CARA MENGETAHUI MADU YANG ASLI

Cara membedakan madu yang asli Meski madu bisa dibeli di banyak tempat, nyatanya tidak semua madu yang ditawarkan adalah madu asli. Banyak o...